kemegahanmasjid.blogspot.com
© Masjid ini terletak di pesisir pantai utara Jakarta. Berdiri sejak masa
kolonial, masjid ini menjadi saksi sejarah perjuangan Fatahillah dalam merebut
Batavia.
Rawa-rawa dan pepohonan bakau menjadi
pembuka jalan untuk menuju ke sebuah masjid di tepi pantai Marunda ini. Menuju
sebuah belokan kecil, jalanan yang tadinya beraspal berganti dengan jalan
berbatu berwarna merah bata. Terkadang bau busuk tercium di hidung. Di samping
kanan-kirinya tertutupi seng yang sebagian telah berkarat.
Usaha untuk menempuh rintangan kecil itu
segera terbayar sesampai di area masjid. Sebuah gapura kecil bertuliskan Masjid
Al Alam Marunda seolah menjadi gerbang pembuka masuk ke halaman berpaving blok.
Sejuknya hembusan angin pantai menghapus terik di kawasan Jakarta Utara ini.
Sesampainya di sana, terlihat taman kecil yang ditumbuhi beberapa tanaman dan
dua bangunan berbentuk joglo.
Di taman itu ada sebuah penanda penting.
Penanda itu bertuliskan, 'Benda Cagar Budaya'. Sayang tulisan di monumen putih
bertinggi sedengkul orang dewasa itu mulai kabur.
Bangunan joglo pertama merupakan masjid.
Terletak di sebelah barat. Bangunan berbentuk joglo yang terletak di sebelah
timur masjid adalah pendopo. Arsitektur pendopo itu kental memadukan dua unsur
budaya Betawi dan Jawa. Ciri khas arsitektur budaya Betawi terlihat pada atap
yang menjulai dan ruang terbuka yang dibatasi oleh pagar di tengah-tengahnya.
Adapun arsitektur budaya Jawa terlihat
pada penggunaan empat tiang di tengah-tengah pendopo. Dalam budaya Jawa, empat
tiang di tengah-tengah itu biasanya disebut sebagai 'soko guru' atau tiang
utama penyangga. Di pojok pendopo, tepatnya sebelah timur laut terdapat bedug.
Alat ini masih sering dipukul menjelang waktu datangnya azan.
Biasanya akan ditemukan peziarah atau
jemaah yang berkunjung beristirahat di pendopo ini. Beberapa di antaranya
melepas lelah dengan merebahkan tubuh. Ada yang setengah tersadar dan ada pula
yang pulas tertidur.
Hingga akhirnya datanglah Kusnadi. Pria
berkumis lebat itu disapa oleh kawannya sesama pengurus masjid.
"Tiga lebih lima belas yak?"
tanya seorang pengurus mushola.
"Enggak. Tujuh belas," balas
Kusnadi.
Seusai mengambil wudhu, Kusnadi yang sore
itu menggunakan peci hitam dan bersarung warna biru tua melihat arloji. Dia
kemudian menuju ke bedug. Kemudian dipukullah kentongan dan diikuti tabuhan
bedug.
“Thok
trotok tok tok tok, dug dug!” demikian bunyi yang tercipta dari
perpaduan kentongan dan bedug.
Seketika orang-orang yang berada di
pendopo itu terbangun. Suara azan pun kemudian mengumandang di udara.
Orang-orang itu mengambil wudhu dan menuju ke bangunan utama masjid.
Menjejaki ruangan utama masjid terlihat
gaya arsitektur yang unik. Menurut Kusnadi ada setidaknya empat kebudayaan yang
melebur dalam arsitektur Masjid Al Alam ini.
"Ada kebudayaan Jawa, Betawi,
Tiongkok, dan Arab," jelasnya.
Di bagian dalam bangunan utama Masjid Al
Alam Marunda, terdapat empat tiang berwarna putih. Empat tiang itu bertinggi
tak lebih dari 3 meter. Tiang itu memiliki corak khas kebudayaan Tiongkok.
Atap di bagian tengah masjid terdiri dari
kayu berwarna cokelat. Sisanya, atapnya telah terganti dengan cor semen. Jarak
antara lantai dengan atap itu tak lebih dari tiga meter. Terlihat agak sempit
memang.
Di bagian tempat kiblat, terdapat dua
ruang kecil yang satu berfungsi sebagai tempat imam dan yang lain sebagai
mikrab. Seperti halnya masjid dengan corak budaya Jawa, di dalam ruang terdapat
mikrab, mimbar berbentuk anak tangga. Di sanalah biasanya khatib duduk dan berdakwah.
Di sekeliling tembok masjid ini terdapat
jendela berteralis kayu bergaya Betawi. Jendela ini sangat membantu cahaya
matahari masuk dan menjadi penerangan masjid. Tak hanya itu, jendela itu juga
terkadang membawa aroma Pantai Marunda ke dalam ruangan masjid.
Memang, masjid itu terletak tidak jauh
dari Pantai Marunda. Sebuah obyek wisata yang selalu ramai dikunjungi wisatawan
di akhir pekan.
"Di hari libur, halaman masjid jadi
tempat parkir orang yang berlibur," katanya.
Mitos Fatahillah.
Menurut penuturan Kusnadi, bangunan
Masjid Al Amin ini dibangun di abad ke-16 oleh para penyebar agama Islam di
tanah Jawa. Kawasan tempat masjid itu berdiri awalnya merupakan tempat
istirahat Pangeran Fatahilah bersama pasukan untuk menyerang Batavia.
"Mereka melakukan kegiatan ronda
(meronda). Inilah asal istilah dari Merunda," jelasnya.
Tapi dia tidak tahu tahu persisnya. Konon
menurut cerita yang berkembang pembangunan masjid ini hanya semalam saja.
Kusnadi punya, penjelasan mengenai hal itu.
"Kakek-nenek kita dulu suka
mengatakan, 'sore gue
lihat kagak ada, eh pagi-pagi udah ada'. Maksudnya, ya dari kita
lahir masjid itu sudah ada," kata dia.
Tetapi, dia pun tidak ingin
membenarkannya. "Wallahualam
bi showab," tambahnya dengan tersenyum.
Masjid itu, dalam versi sejarah yang
lain, sering dikaitkan dengan legenda masyarakat lokal, yaitu Si Pitung.
Pasalnya, tak jauh dari Masjid Al Alam Merunda terdapat kawasan wisata Rumah Si
Pitung. Ketika ditanyakan mengenai hal itu dia hanya bisa menjawab dengan
perkiraan.
"Masjid ini usianya sangat tua. Ya,
bisa saja Si Pitung pernah singgah di sini," katanya.
Keunikan sejarah masjid itu tidak hanya
berhenti di situ. Di masjid itu ada makam seorang sufi terkenal abad ke-18
bernama Kyai Haji Jamian Abdullah. Menurut cerita yang didapat Kusnadi dari
pendahulunya, Kyai Jamian adalah salah satu korban selamat tsunami akibat
letusan Gunung Krakatau.
"Kata kakek-nenek saya dahulu,
beliau mengajak warga dan berdoa memohon keselamatan," ucapnya.
Sayang, sosok Kyai Jamian itu tak ada
lagi. Kini warga dan jemaah yang hadir di masjid itu kian menyusut. Hanya
waktu-waktu tertentu jemaah membudlak. Kusnadi dengan wajah sedih, khawatir
terhadap masa depan masjid dan penerusnya.
Meski sejarah latar belakang masjid begitu
kuat Kusnadi menyimpan kekhawatiran. Pasalnya dia merasa ada kemunduran warga
sekitar dalam beribadah. Terlebih anak mudanya.
¤ Muliakanlah orangnya
¤ Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan
¤ Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya
¤ Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah
¤ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
¤ Bahagiakanlah keluarganya
¤ Luaskan rezekinya seluas lautan
¤ Mudahkan segala urusannya
¤ Kabulkan cita-citanya
¤ Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji
¤ Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar.
Aamiin ya Rabbal'alamin
Salam sayang buat istri tercinta :
"Siti Nurjanah"